29 Agustus 2009

Cara Jitu Memburu Lailatur Qadar

Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah satu malam yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia, Lailatul Qadar.

Banyak ayat didalam Al-Quran yang menceritakan tentang barakahnya malam ini, dimana pada malam ini diturunkan Al-Quran. Banyak diantara orang menunggu kedatangan Lailatur Qadar dalam sepuluh hari terakhir.

Sebagaian orang menunggu kedatangan malam itu dengan berlama-lama di masjid sambil membaca Al-Quran. Ada yang menunggunya dihadapan rumah agar dapat melihat turunnya malaikat pada malam Qadar, dan tidak kurang juga yg menyambutnya dengan sinaran-sinaran lampu-lampu minyak agar kawasan mereka diterangi. Mereka begitu yakin dengan beberapa tanda-tanda yang banyak diceritakan dalam berbagai cerita sejarah.




Ada suatu hal yang masih tersimpan dalam benak hati kita semua. Sebuah pertanyaan terdalam. Pernahkah Nabi SWA melihat langsung Lailatul Qadar? Adakah sahabat-sahabat juga pernah melihatnya? Kita pernah mendengar banyak hadis-hadis yang menceritakan tanda-tanda malam tersebut, adakah kita bisa melihatnya dengan mata kepala kita sendiri.

Cara yang paling bijak bagi kita menjawab persoalan ini marilah kita lihat tafsiran beberapa ahli tafsir termasuk melihat tanda-tanda tersembunyi yang sering diceritakan itu.

Tafsir Surat Al-Qadar

Satu surat yang begitu signifikan menceritakan mengenai peristiwa malam tersebut ialah surah Al-Qadar yang berisi 5 ayat. Surat Al-Qadar adalah surat ke 97 menurut susunannya didalam Mushaf. Ada diantara ulama-ulama mengatakan bahwa surat Al-Qadar ini turun selepas penghijrahan Nabi saw ke Madinah.

Didalam membicarakan pentafsiran ayat, amatlah bijak jika kita mengambil penafsiran yang diambil dari Tafsir Jalalain:

Kesimpulannya bahwa malam Al-Qadar itu secara sejarahnya di turunkan Al-Quran dari Lauhul Mahfuz kelangit dunia. Kemuliaan malam tersebut telah dikhabarkan kepada Rasulullah SAW. Bulan itu dikatakan satu bulan dengan barakah seperti 1000 bulan. Dimalam tersebut para malaikat-malaikat dan Jibril turun ke bumi dan memohon Allah mengkabulkan doa'-do'a hambanya. Kemuliaan malam tersebut berakhir dengan terbitnya fajar.

Pentafsiran yang lebih terperinci sedikit mengenai ayat pertama surah Al-Qadar ini dapat kita lihat dari Tafsir Ibnu Kathir:

Allah SWT telah mengkhabarkan sesungguhnya Ia telah menurunkan Al-Quran pada malam Lailatul Qadar. Dimana Allah berfirman, "Sesungguhnya kami turunkannya di malam yg barakah". Inilah yang kemudian dikenal sebagai malam Al-Qadar yg berada didalam bulan Ramadan sebagaimana firmannya, "Pada bulan Ramadan yang diturunkan didalamnya Al-Quran".

Berkata Ibnu Abbas bahwa Allah SWT telah menurunkan Al-Quran keseluruhannya (secara total) dari Lauhul Mahfuz ke Baitul 'Izzah dari langit dunia kemudian ia diturunkan secara berpisah dan berperingkat selama 23 tahun keatas Nabi SAW, kemudian firman Allah beliau memuliakan Lailatul Qadar dimana Allah SWT telah mengizinkan penurunan Al-Quran.

Keistimewaan Lailatul Qadar

Sheikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi merujuk kepada surah Al-Qadar didalam membicarakan persoalan keistimewaan Lailatul Qadar, katanya :

"Allah telah memuliakan Al-Quran dimalam ini, dan ditambahnya dengan maqam yang mulia, yaitu kedudukan dan kemuliaannya yang sangat banyak dari kebaikan dan kelebihan dari 1000 bulan. Apa-apa ketaatan dan ibadah didalamnya menyerupai 1000 bulan yang bukan Lailatul Qadar. 1000 bulan ini menyamai 83 tahun 4 bulan. Hanya di satu malam ini lebih baik dari umur seseorang yang menghampiri 100 tahun, jika tambah berapa tahun beliau baligh dan dipertanggung jawabkan".

Dan pada malam itu turunnya malaikat-malaikat dengan rahmat Allah dengan kesejahteraan dan barakahnya. Dan kesejahteraanya melimpah sehingga ke terbit fajar. Didalam As-sunnah, banyak hadist-hadist yang menyebutkan mengenai keutamaan Lailatul Qadar ini. Yang banyak dianjurkan untuk mencarinya pada 10 malam terakhir. Dalam Sahih Bukhari dari Hadis Abu Hurarirah, "Barangsiapa yang berqiam dimalam Al-Qadar dengan penuh keimanan dan bersungguh-sungguh maka telah diampunkannya apa yang telah lalu dari dosanya". (Riwayat Bukhari didalam Kitab Al-Saum).

Rasulullah SAW telah memberi penjelasan kepada siapa yang lalai dan tidak memperhatikan malam tersebut, yaitu sama seperti menghalang diirinya dari menerima kebaikannya dan ganjarannya. Berkata para sahabat yang telah dinaungi mereka bulan Ramadan, "Sesungguhnya bulan ini telah hadir kepada kamu didalamnya mengandung malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Siapa yang memuliakannya maka beliau akan dimuliakan kebaikan semua perkara. Dan siapa yang tidak memuliakannya maka kebaikannya akan dihalang". (Riwayat Ibnu Majah dari Hadis Anas, isnad Hassan sebagaimana didalam Sahih Jaami' Al-Saghir).

Sheikh Ibnu Taimiyyah (Majmu' fatawa - Jilid-25/286) didalam membicarakan soalan yang mana satu lebih afdal, diantara Malam Isra' Nabi saw atau Lailatul qadar? Kata: "Sesungguhnya Malam Isra' lebih afdal dan Malam Al-Qadar lebih afdal bila dinisbahkan kepada umat...". Manakah yang lebih afdal 10 Zulhijjah atau 10 malam terakhir Ramadan?. Kata Ibnu Taimiyyah, "Hari 10 Zulhijjah lebih afdal dari hari 10 dari bulan Ramadan. Dan malam-malam 10 akhir Ramadan lebih afdal malam 10 Zulhijjah". Jelas menunjukkan bahwa para ulama menyatakan bahwa malam lailatul Qadar ini sangat istimewa kepada umat Muhammad.

Dapatkah Lailatul Qadar dilihat dengan mata?

Dua tokoh ulama' Arab Saudi, Sheikh Abdul Aziz bin Baaz dan Sheikh Salleh Munajjid berkata: "Malam Qadar boleh dilihat dengan mata kepada siapa yang diberi taufiq oleh Allah SWT dan dengan menggunakan tanda-tandanya. Para sahabat r.h. mencarinya berdasarkan tanda-tandanya tetapi tiada laporan yang mengatakan mereka telah melihatnya. Akan tetapi tidak ada larangan mencari hasil fadilah bagi siapa yang beriman dan bersungguh-sungguh", kata beliau.

Sheikh Al-Sya'rawi mengatakan: "Satu pun diantara makluk Allah tidak melihat Lailatul Qadar melainkan Rasulullah SAW. Ani adalah satu keistimewaan yang diberikan kepada Rasulnya. Selain itu, ada beberapa orang yang dilaporkan pernah melihatnya. Mereka yang melihatnya berkata-kata kepada Rasulullah yang melihat beliau pandangan di dalam tidur mereka, seolah-olah berkata: "Aku melihat sebagaimana aku sujud di dalam air yang melimpah, kemudian menjadi pagi hari 23, mereka melihat masjid-masjid di sepanjang malam tersebut. Langit seolah-olah ingin hujan, Rasulullah sujud sehingga kelihatan dahi di atas tangannya dan kami mengetahui bahwa di sini adalah Lailatul Qadar didalam tahun dan malam itu".

Haruskah mencari Lailatul Qadar?

Ada beberapa hadis yang menunjukkan betapa ruginya seseorang yang tidak pernah berusaha mencari Lailatul Qadar. Menurut Sheikh Abdul Aziz bin Baaz dan Sheikh Salleh Munajjid beliau berkata; "Seorang Islam haruslah mencari malam 10 terakhir Ramadan sebagaimana Rasulullah SAW mengarahkan umatnya menuntut ganjaran dan pahala di mana seseorang yang mendirikannya dan iman dan azam malam tersebut, dia akan menerima ganjarannya dan jika tidak bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Barangsiapa yang berqiam di malam Qadar dengan keimanannya maka Allah akan mengampunkan dosanya yang telah lalu". Dalam riwayat lain, "Barangsiapa yg berqiam dan mencarinya kemudian ia akan diampunkan dosa yang sebelumnya dan yang terakhir."

Tanda-tanda Lailatul Qadar

Menurut Sheikh Abdul Khaliq Al-Sharrif bahwa tanda-tanda Lailatul Qadar akan ditunjukkan pada pagi harinya matahari akan memancar dan cuacanya yang agak sejuk. Sheikh Saleh Munajjid mengatakan bahwa matahari yang keluar itu tidak memancarkan cahaya. Sheikh Dr Yusuf Qaradhawi mengatakan terdapat juga berbagai tanda, seperti cahayanya merah kelemah-lemahan dan pada malam itu hujan dan angin sepoi-poi, tiada bau dan tiada sejuk sebagaimana yang disebut oleh Al-Hafiz didalam Fathul Bari'.

Kata Al-Qaradhawi:

"Semua tanda ini tidak memberi kepastian mengenainya. Tidak mungkin ia berulang-ulang, karena malam Al-Qadar selalu berbeda-beda cuacanya dalam berbagai negara, berbeda pula waktunya. Ia mungkin dijumpai di sebuah negara Islam yang tidak putus hujannya, dan kemungkinan di negara lain yang keluarganya bersholat istiqo' yang berdepan dengan kemarau, dan negara-negara berbeda dari segi kepanasan dan kesejukannya, naik matahari dan turunnya, kuat atau lemah pancarannya, maka mustahil untuk mendapat titik pertemuan ini. Kajian ulama' mengatakan: boleh di ambil malam-malam yang tertentu Lailatul Qadar itu dari sebahgian manusia. Ia hanya kelihatan kepada dia seorang saja yang melihatnya. Atau menerima mimpi didalam tidur, atau berlaku (karamah) keajaiban yang luar biasa. Atau Ia terjadi kepada keseluruhan umat Islam agar ia menerima ganjaran kepada siapa saja yang berpeluang melakunya. Dan Ia tidak nampak apa-apa yang berlaku. Kebanyakkan ulama' mengambil pandangan yang awal tadi.

Amalan saat Lailatul Qadar

Kemuliaan malam tersebut dan seruan-seruan dari hadist-hadist yang menyuruh umat Islam mencari malam tersebut mungkin akan menimbulkan sedikit pertanyaan. Apakah malam itu khusus bagi mereka-mereka yang alim saja atau bisa berlaku bagi masyakat umum. Yusuf Qaradawi mengatakan bahwa malam itu datang untuk semua orang yang benar-benar menginginkannya. Kata Qaradhawi:

"Maka Malam al-Qadar ialah malam umum untuk semua yang menuntutnya. Yang menginginkan kebaikan dan ganjarannya, dan apa yang disisi Allah di dalamnya, itu lah malam ibadah dan malam ta'at, dan bersolat, bertilawah, berdo'a, bersedekah, menjalinkan perhubungan, beramal sholeh, dan melakukan kebaikan-kebaikan".

"Yang harus dilakukan oleh orang Islam pada malam ialah; Bersholat Isya' secara berjamaah, sholat subuh berjamaah dan pada malamnya mendirikan qiamullail. Di dalam hadist Sahih diriwayatkan Nabi bersabda, "Barangsiapa yang bersholat Isya' berjamaah, seolah-olah ia berqiam di separuh malam, dan barangsiapa yang bersolat subuh berjamaah, seolah-olah ia bersholat disepanjang malam tersebut. (Riwayat Ahmad, Muslim).

Sheikh Atiyah Saqr menganjurkan:

Hidupkannya dengan bersholat, membaca Al-Quran, berzikir, beristigfar dan berdo'a dari terbenam matahari sehingga terbit fajar. Dan hidupkan ramadhan dengan bersolat terawikh di dalamnya. Sebuah riwayat yang mengatakan, "Barangsiapa yang bersholat magrib dan Isya' di hari akhir yaitu di malam Al-Qadar secara berjamaah, ia telah diberi keuntungan dari Lailatul Qadar". Berkata A'isyah r.h "Ya Rasulullah di waktu Lailatul Qadar, apakah yang harus aku katakan". "Katakalah, "Ya Allah sesungguhnya kamu pengampun dan suka kepada pengampunan, maka ampunkanlah ku".(


Nuzulul Qur'an

Pada bulan Ramadhan banyak umat Islam yang menggelar acara peringatan Nuzulul Qur’an. Untuk itu perlu kiranya kali ini menyoroti masalah Nuzulul Qur’an, hukum memperingatinya dan fungsi utama diturunkannya Al-Qur’an.

Syekh Shafiyur Rahman Al-Mubarakfuriy (penulis Sirah Nabawiyah) menyatakan bahwa para ahli sejarah banyak berbeda pendapat tentang kapan waktu pertama kali diturunkannya Al-Qur’an, pada bulan apa dan tanggal berapa, paling tidak ada tiga pendapat :

Pertama : Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur’an itu ada pada bulan Rabiul Awwal,
Kedua : Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur’an itu pada bulan Rajab,
Ketiga : Pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur’an itu pada bulan Ramadhan.

Yang berpendapat pada bulan Rabiul Awwal pecah menjadi tiga, ada yang mengatakan awal Rabiul Awwal, ada yang mengatakan tanggal 8 Rabiul Awwal dan ada pula yang mengatakan tanggal 18 Rabiul Awwal (yang terakhir ini diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallaahu anhu).

Kemudian yang berpendapat pada bulan Rajab terpecah menjadi dua. Ada yang mengatakan tanggal 17 dan ada yang mengatakan tanggal 27 Rajab (hal ini diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu -lihat Mukhtashar Siratir Rasul, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdy, hal.75 -).

Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam Fathul Bari berkata bahwa: Imam Al-Baihaqi telah mengisahkan bahwa masa wahyu mimpi adalah 6(enam) bulan.

Maka berdasarkan kisah ini permulaan kenabian dimulai dengan mimpi shalihah (yang benar) yang terjadi pada bulan kelahirannya yaitu bulan Rabiul Awwal ketika usia beliau genap 40 tahun. Kemudian permulaan wahyu yaqzhah (dalam keadaan terjaga) dimulai pada bulan Ramadhan.

Sesungguhnya kita menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa Nuzulul Qur’an ada pada bulan Ramadhan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya,“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an” (Al-Baqarah:185 ). Dan Allah berfirman, artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan” (Al-Qadr :1).

Seperti yang telah kita maklumi bahwa Lailatul Qadr itu ada pada bulan Ramadhan yaitu malam yang dimaksudkan dalam firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan” (Ad-Dukhaan:3 ).

Dan karena menyepinya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam di gua Hira’ adalah pada bulan Ramadhan, dan kejadian turunnya Jibril as adalah di dalam gua Hira’. Jadi Nuzulul Qur’an ada pada bulan Ramadhan, pada hari Senin, sebab semua ahli sejarah atau sebagian besar mereka sepakat bahwa diutusnya beliau menjadi Nabi adalah pada hari Senin. Hal ini sangat kuat karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya tentang puasa Senin beliau menjawab: “Di dalamya aku dilahirkan dan di dalamnya diturunkan (wahyu) atasku” (HR. Muslim).

Dalam sebuah lafadz dikatakan “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana aku diutus atau diturunkan (wahyu) atasku”(HR. Muslim, Ahmad, Baihaqi dan Al-Hakim).

Akan tetapi pendapat ketiga inipun pecah menjadi lima, ada yang mengatakan tanggal 7 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 14 (hari Senin), ada yang mengatakan tanggal 17 (hari Kamis), ada yang mengatakan tanggal 21 (hari Senin) dan ada yang mengatakan tanggal24 (hari Kamis).

Pendapat ” 17Ramadhan” diriwayatkan dari sahabat Al-Bara’ bin Azib dan dipilih oleh Ibnu Ishaq, kemudian oleh Ustadz Muhammad Huzhari Bik.

Pendapat ” 21Ramadhan” dipilih oleh Syekh Al-Mubarakfuriy, karena Lailatul Qadr ada pada malam ganjil, sedangkan hari Senin pada tahun itu adalah tanggal7 ,14 , 21 dan28 .

Sedangkan pendapat ” 24Ramadhan” diriwayatkan dari Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo’ , dan dipilih oleh Ibnu Hajar Al-Haitamiy, ia mengatakan: “Ini sangat kuat dari segi riwayat”.

Karena itu memperingati peristiwa turunnya Al-Qur’an pertama kali tidaklah penting, sebab di samping hal itu tidak dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabatnya dan para tabi’in, Al-Qur’an diturunkan tidaklah untuk diperingati tetapi untuk memperingatkan kita.

Peristiwa Nuzulul Qur’an bukanlah diharapkan agar dijadikan sebagai hari raya oleh umat ini, yang dirayakan setiap tahun, karena Islam bukanlah agama perayaan sebagaimana halnya agama-agama lain.”

Islam tidak memerlukan polesan, tidak perlu dibungkus dengan perayaan-perayaan yang membuat orang-orang tertarik kepadanya. Karena itu pesta hari raya tahunan di dalam Islam hanya ada dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Jadi turunnya Al-Qur’an bukan untuk diperingati setiap tahunnya, melainkan untuk memperingatkan kita setiap saat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan, artinya: “Alif Lam Mim Shaad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir) dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman” (Al-A’raaf:1-2).

Bukan Cara Salafus Shalih
Memperingati peristiwa turunnya Al-Qur’an bukanlah cara orang-orang shaleh yang muttaqin. Akan tetapi jejak ulama-ulama salaf adalah membaca Al-Qur’an, membaca dan membaca lagi. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi” (Faathir:29 ).

Apalagi di bulan Ramadhan, bulan Al-Qur’an ini, Umar radhiallaahu anhu berkata: “Seandainya kita bersih, tentu akan merasa kenyang dari kalam Allah. Sesungguhnya aku amat tidak suka manakala datang sebuah hari sementara aku tidak membaca Al-Qur’an.”

Karena itu beliau tidak meninggal dunia sehingga mushafnya sobek karena seringnya dibaca. Dan ketika menjadi imam pada shalat shubuh beliau sering membaca surat Yusuf yang terdiri dari 111 ayat tertulis dalam 13 halaman, yang berarti satu sepertiga juz.

Hal ini tidak mengherankan karena khalifah kedua Umar bin Khatthab radhiallaahu anhu ketika memimpin shalat shubuh juga selalu membaca surat-surat yang bilangan ayatnya lebih dari 100 ayat seperti surat Al Kahfi (11 halaman), surat Maryam (7 halaman) dan surat Thaha (10 halaman).

Begitulah generasi Qur’ani sangat mencintai Al-Qur’an. Mereka tidak pernah merayakan peristiwa Nuzulul Qur’an tetapi shalatnya membaca ratusan ayat, sementara kita sebaliknya.

Shalat tarawih di jaman salaf rata-rata membutuh-kan waktu 5 jam, dan kadang-kadang semalam suntuk, yang berarti setiap satu rakaat tarawih (dari sebelas rakaat) membutuhkan waktu 40 menit. Bahkan para sahabat banyak yang shalat sambil bersandar dengan tongkat karena terlalu lamanya berdiri.

Mengkhususkan Membaca Al-Qur’an
Para tabi’in dan tabi’ittabi’in, karena begitu memahami arti dari Ramadhan, bulan Al-Qur’an, dan begitu kuatnya dalam mencintai Al-Qur’an, maka bila bulan Ramadhan tiba mereka mengkhususkan diri untuk membaca Al-Qur’an seperti yang dilakukan oleh Imam Az-Zuhri dan Sufyan Ats-Tsauri. Sehingga dalam satu bulan khatam Al-Qur’an berpuluh puluh kali. Imam Qatadah umpamanya, di luar Ramadhan khatam setiap tujuh hari, di dalam Ramadhan khatam setiap tiga hari, dan di sepuluh hari terakhir khatam setiap hari. Sementara Imam Syafi’i di luar Ramadhan setiap hari khatam sekali, dan di dalam Ramadhan setiap hari khatam dua kali. Itu semua di luar shalat.

Begitulah ulama Ahlus Sunah tidak pernah merayakan Nuzulul Qur’an, namun setiap hari khatam Al-Qur’an, ada yang sekali dan ada yang dua kali. Sementara kita sebulan Ramadhan jika khatam sekali saja maka sudah puas dan gembira. Itupun bisa dihitung dengan jari.

Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah selama di dalam penjara, dari tanggal 7 Sya’ban 726 H sampai wafatnya 22 Dzulqa’dah 728 H, selama2 tahun 4 bulan beliau telah mengkhatamkan Al-Qur’an bersama saudaranya Syeikh Zainuddin Ibnu Taimiyah sebanyak 80 kali khatam, yang berarti rata-rata setiap 10 hari khatam satu kali. Semoga Allah merahmati kita bersama mereka dan semoga kita bisa meneladani Rasulullah n, dan para sahabatnya, dan para ulama salaf dalam mencintai Al-Qur’an dan di dalam tata cara ibadah lainnya. Amin.

Penulis: (Abu Hamzah As-Sanuwi,LC, M.Ag)


Pendeta Katolik, Menemukan Kebenaran Islam Saat Ramadan

Sebelum memeluk agama Islam, ia adalah seorang pendeta agama Katolik Roma dan menjadi kepala bidan pendidikan agama di sekolah khusus anak laki-laki di selatan London. Bulan Ramadan menjadi bulan penuh kenangan bagi lelaki yang kemudian menggunakan nama Idris Tawfiq ini, karena pada bulan suci itulah ia menemukan Islam dan memeluk agama Islam hingga sekarang.

Di Inggris, kata Idris, semua siswa menerima pelajaran tentang enam agama utama yang dianut masyarakat dunia. Sebagai kepala bidang pendidikan agama, Idris yang ketika itu belum masuk Islam bertanggungjawab untuk memberikan mata pelajaran tentang agama Kristen, Yudaisme, Budha, Islam, Sikh dan Hindu. Ia hanya menjelaskan perbedaan keenam agama tersebut dan tidak mereferensikan siswanya untuk memeluk salah satu dari keenam agama tersebut.

Idris tentu saja harus membaca berbagai informasi tentang Islam sebelum memberikan pelajaran tentang agama Islam pada para siswanya. Karena pernah berkunjung ke Mesir dan melihat sendiri bagaimana kehidupan masyarakat Muslim, Idris mengaku respek dengan Muslim yang menurutnya ramah dan lembut. Di sekolahnya sendiri, sebagian siswanya adalah Muslim dan banyak dari mereka yang berasal dari negara-negara Arab.

Idris ingat, beberapa hari sebelum bulan Ramadan, beberapa siswanya yang Muslim mendekatinya dan bertanya apakah mereka bisa menggunakan kelas Idris untuk keperluan salat, kebetulan kelas tempat Idris mengajar berkarpet dan memiliki wastafel. Meski peraturan sekolah di Inggris saat itu tidak memberi ijin siswa untuk melaksanakan peribadahan di sekolah.

Idris mengijinkan permintaan siswanya itu. Tapi kepala sekolah mengharuskan seorang guru hadir untuk mengawasi kelasnya saat digunakan untuk salat. "Saya belum menjadi seorang muslim ketika itu, tapi Allah bekerja dengan caranya yang sangat istimewa, memberikan contoh-contoh sederhana dalam kehidupan untuk membuat keajaiban dalam hidup kita," tukas Idris.

Maka, selama bulan Ramadan itu, pada waktu makan siang, Idris duduk di belakang menyaksikan siswanya yang Muslim salat dzuhur, ashar dan salat jumat berjamaah. Apa yang dilihatnya ternyata menjadi pembuka jalan bagi Idris untuk mengenal Islam. Idris jadi tahu bagaimana seorang Muslim salat dan ia bisa mengingat beberapa bacaan salat meksi ia tak paham artinya. Oleh sebab itu, usai Ramadan, Ia tetap membolehkan siswanya yang Muslim untuk salat di dalam kelasnya sampai Ramadan tahun berikutnya.

Kali ini, Idris yang masih belum masuk Islam, ikut berpuasa sebagai bentuk solidaritas terhadap siswanya yang menjalankan ibadah puasa Ramadan. Ketika itulah keinginannya untuk masuk Islam semakin kuat dan setelah bulan Ramadan itu, Idris memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, menjadi seorang Muslim.

"Alhamdulillah, saya menjadi seorang muslim. Tapi itu cerita lain. Apa yang dicontohkan para siswa saya yang Muslim telah membawa saya menjadi seorang muslim. Sejak itu, saya ikut salah berjamaah bersama mereka, sebagai soerang mualaf," ungkap Idris.

Ramadan tahun berikutnya adalah Ramadan pertama bagi Idris sebagai seorang Muslim. "Ramadan pertama itu sangat istimewa. Di akhir bulan Ramadan, saya bersama para siswa menggelar buka puasa bersama. Untuk meraih malam Lailatul Qadar, saya bersama para siswa itikaf di sekolah," kenang Idris tentang Ramadan pertamanya.

Usai jam sekolah saat Ramadan, sambil menunggu waktu berbuka, Idris dan para siswanya yang Muslim menyaksikan film bersama tentang kehidupan Rasulullah Saw. Usai salat maghrib berjamaah, mereka membuka bekal makananan dan minuman masing-masing yang dibawa dari rumah dan saling berbagai dengan yang lainnya.

Saat Idris menjalankan ibadah puasa Ramadan pertamanya sebagai Muslim, ketika itu masyarakat Inggris sedang dilanda Islamofobia karena baru saja terjadi peristiwa serangan 11 September 2001 di AS. Banyak warga Inggris yang curiga pada Islam dan Muslim. Tapi alhamdulillah, beberapa guru non-Muslim di sekolahnya datang dan mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Kepala sekolah bahkan membawakan mereka kurma untuk berbuka, karena dari siswanya yang Muslim ia tahu bahwa Rasulullah Muhammad Saw selalu berbuka dengan makan kurma.

Idris mengakui, menjalankan ibadah puasa Ramadan di negara non-Muslim tidak mudah. "Seringkali kita menjadi satu-satunya orang yang berpuasa. Setelah berbuka, tidak ada kegiatan istimewa apalagi kalau letak masjid sangat jauh," ujar Idris.

"Tapi, malam-malam di Ramadan pertama saya sebagai muslim adalah malam yang sangat istimewa yang tidak akan saya lupakan. Saya bisa menyampaikan pesan Islam pada semua yang hadir disana bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh kegembiraan dan penuh persaudaraan yang sangat menyentuh hati kita, Alhamdulillah," tukas Idris menutup kisah pengalaman Ramadan pertamanya sebagai seorang yang baru masuk Islam. (ln/iol)

Keutamaan Bulan Ramadhan

Para salaf, pendahulu umat ini sangat memahami betapa berartinya Ramadhan. Segala kebaikan, keutamaan serta berkah berkumpul di dalamnya. Sehingga mereka yang tahu sifat dan keutamaan Ramadhan akan bersiap menyambut dengan berbagai amal kebajikan, agar memperoleh keberuntungan yang besar. Dan mereka tak akan berpisah dengan Ramadhan, kecuali ia telah menyucikan ruh dan jiwanya.

Sebagaimana firman Allah,

“Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (Asy-Syam: 9)

Sungguh sangat merugilah orang yang tak peduli pada Ramadhan, menyia-nyiakan kehadirannya, padahal antara waktu siang dan malamnya dipenuhi kebaikan dan keberkahan.


KEUTAMAAN RAMADHAN

Telah disinggung di atas bahwa bulan Ramadhan memiliki banyak keutamaan. Di antaranya dalam Ramadhan terdapat tiga macam ibadah yang sangat agung, yaitu puasa, zakat dan qiyam (berdiri untuk shalat). Namun selain tiga ibadah tersebut, masih banyak amalan-amalan lain yang bisa pula kita lakukan selama Ramadhan.

Banyak ayat dalam al-Quran yang menganjurkan orang berpuasa. Sebagaimana firman Allah,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)

“Dan berpuasa itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 184)

“Sesungguhnya kaum muslimin dan muslimat, kamu mukminin dan mukminat, orang-orang yang taat laki-laki dan perempuan, orang-orang yang jujur laki-laki dan perempuan, orang-orang yang sabar laki-laki dan perempuan, orang-orang yang suka bersedekah laki-laki dan perempuan, orang-orang yang suka berpuasa laki-laki dan perempuan, orang-orang yang memelihara kehormatannya laki-laki dan perempuan, orang-orang yang suka menyebut-nyebut nama Allah banyak sekali, laki-laki dan perempuan, maka Allah menyiapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahdzab: 35)

Membayar zakat merupakan kesempurnaan bagi puasa seseorang dan merupakan kewajiban dalam Islam, juga keuntungan. Sebagaimana firman Allah,

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap butir seratur biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka adalah superti kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat. Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis pun (telah cukup baginya). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Al-Baqarah: 265)

Mengingat besarnya pahala dan manfaat zakat, hendaknya kita melakukan dengan penuh keikhlasan. Selain untuk membersihkan harta, juga menjauhkan dari sikap bakhil dan rakus. Zakat juga merupakan wujud kepedulian kita kepada orang lain yang membutuhkan, serta membebaskan kita dari tanggungan dan ancaman dasyat, seperti firman Allah,

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil terhadap harta-harta yang Allah berikan kepada mereka sebagai karunia-Nya itu menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sesungguhnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala urusan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali Imran: 180)

Rasulullah banyak memberi contoh amalan selama Ramadhan, termasuk mengisi waktu dengan qiyam (berdiri untuk shalat) baik itu wajib ataupun sunnah. Adapun shalat sunnah itu meliputi shalat tarawih ataupun shalat malam sebagaimana sabda Nabi,

“Barangsiapa yang melaksanakan shalat malam bulan Ramadhan karena iman dan mengharap balasan, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat.”

Rasulullah selalu menghidupkan hampir seluruh malamnya untuk beribadah, juga membangunkan keluarganya untuk qiyamul lail. Terlebih di bulan Ramadhan. Bahkan disebutkan dalam Shahih Muslim dari Aisyah ra, dia berkata,

“Yang aku ketahui beliau shalat semalaman sampai menjelang pagi.”

Selain 3 amalan utama di atas, Rasulullah juga mengisi Ramadhan dengan amalan-amalan shalih lainnya. Tak ada waktu yang beliau lewatkan sia-sia. Terlebih di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Beliau juga melakukan i’tikaf karena mengharap lailatul qadar, kita menyibukkan diri dengan ibadah, bermunajat dan memperbanyak dzikir pada Allah.

Demikian pulalah seharusnya kita dalam mengisi Ramadhan, menyibukkan hati dengan apa saja yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya, sehingga tidak ada yang tersisa dalam hati selain Allah dan segala yang mendatangkan keridhaan-Nya.

Selain keutaman Ramadhan dalam hal ibadah, pada bulan Ramadhan pula al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia. Yaitu pada malam lailatul qadar. Hal ini disebutkan dalam al-Quran,

“Pada bulan Ramadhan yang diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan dari petunjuk, dan membedakan (antara yang hak dan yang batil), maka barangsiapa yang hadir di antara kamu di bulan itu hendaklah ia berpuasa.” (Al Baqarah: 185)

Keutamaan lain Ramadhan adalah dibukanya pintu-pintu rahmat dan ditutupnya pintu jahanam, dan para setan dibelenggu. Jika kita sudah memahami hal itu, tentunya akan segera berlomba mengisi Ramadhan dengan amal kebajikan seraya mengharap pahala berlipat seperti yang Allah janjikan. Juga memenuhi diri dengan taubat, sebab pintu ampunan dibuka lebar. Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan Allah meraih kebaikan Ramadhan dan semua keutamaan di dalamnya.

JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHAN

Barangsiapa melewatkan waktu selama Ramadhan dengan sia-sia, sesungguhnya ia termasuk orang yang merugi dalam perdagangannya dengan Allah. Ia melewatkan keberuntungan besar berupa hadiah dari Allah.

Dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali z, secara marfu’ dari Nabi bersabda,

“Barangsiapa menjumpai Ramadhan dalam keadaan sehat dan muslim lalu ia berpuasa pada siang harinya, shalat pada sebagian malamnya, menahan pandangannya, menjaga kemaluannya, lisan dan tangannya, menjaga shalat-shalatnya dengan berjamaah, bersegera menuju shalat Jumat, maka sungguh dia telah berpuasa sebulan, menyempurnakan pahala serta mendapatkan lailatul qadar, dan dia beruntung dengan hadiah dari Rabb Tabaraka wa Ta’ala.”

Di antara hadiah itu adalah ampunan besar. Sebagaimana kita tahu Ramadhan penuh dengan ladang ampunan yang dibentang lebar, hingga Rasulullah mendorong umatnya untuk memanfaatkan keberkahan itu dengan memohon ampunan dosa. Beliau n mengumpamakan sekiranya dosa orang yang berpuasa seperti busa air laut, akan diampuni karena besarnya kedudukan ibadah yang berkeberkahan itu.

Dari Abu Hurairah ra, Nabi bersabda,

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan iman dan ikhlas, diampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang.”

Kerugian lain atas orang yang menyia-nyiakan ibadah dan waktu selama Ramadhan, ia kehilangan nikmat Allah berupa pembebasan dari api neraka, sebagaimana sabda Rasulullah bahwa Allah berkenan membebaskan setiap muslim dari api neraka tiap-tiap malam Ramadhan. Bagaimana Allah l akan membebaskan dari api neraka jika kita tetap sibuk dengan maksiat dan lalai dari beribadah selama Ramadhan dan bulan lain?

Selain hal di atas, Allah juga menyambut doa-doa orang yang berpuasa terlebih di malam-malam yang mustajab, melipatgandakan pahala atas setiap kebajikan. Masihkah kita rela kehilangan semua itu karena menyia-nyiakan kesempatan emas selama Ramadhan?

Tak hanya itu, termasuk orang yang merugi, selama Ramadhan adalah mereka yang tidak meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Begitulah, kebanyakan dari kita berpuasa Ramadhan, tapi perbuatan kita tak jauh beda dengan saat kita berpuasa, tetap saja bermaksiat dan tidak meninggalkan keharaman. Seperti berdusta, ghibah, memfitnah, pergi ke tempat maksiat dan hal sia-sia lainnya.

Nabi bersabda,

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan masih juga melakukannya, serta melakukan perbuatan-perbuatan bodoh, maka Allah tidak membutuhkan terhadap puasanya, meskipun ia meninggalkan makan dan minumnya.”

Coba kita tengok banyak dari saudara kita, meski berpuasa tetap menghabiskan waktunya untuk nongkrong, mengumbar pandangan, tidak menjaga perut dari keharaman makanan atau minuman, tetap mengikuti nafsu dan sebagainya. Padahal Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pandangan, penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (Al-Isra’: 36)

Hal lain yang seharusnya tak kita lupakan adalah dzikrul maut (mengingat kematian). Kematian bisa mengintai kita kapan saja. Bila kita lalai bahwa kita akan mati, maka kita akan menyia-nyiakan waktu, dan melalaikan ibadah. Lain halnya bagi orang-orang yang mengingat maut. Mereka akan lebih bersemangat dalam kebajikan, termasuk dalam memanfaatkan waktu selama Ramadhan, dan mengoptimalkan semua kesempatan yang ada, baik di dalam atau di luar Ramadhan. Memang begitulah seharusnya, karena kita tak pernah tahu, akankah kita bersua kembali dengan Ramadhan tahun depan?

Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan meraih berkah Ramadhan, dan memperoleh keberuntungan berlipat di dalamnya serta tidak termasuk golongan orang-orang yang merugi.

Daisadur dari: www.majalah-nikah.com

Meraih Berkah Ramadhan

Ditulis oleh : Chasan Bisri

Para salaf, pendahulu umat ini sangat memahami betapa berartinya Ramadhan. Segala kebaikan, keutamaan serta berkah berkumpul di dalamnya. Sehingga mereka yang tahu sifat dan keutamaan Ramadhan akan bersiap menyambut dengan berbagai amal kebajikan, agar memperoleh keberuntungan yang besar. Dan mereka tak akan berpisah dengan Ramadhan, kecuali ia telah menyucikan ruh dan jiwanya.

Sebagaimana firman Allah,

“Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (Asy-Syam: 9)

Sungguh sangat merugilah orang yang tak peduli pada Ramadhan, menyia-nyiakan kehadirannya, padahal antara waktu siang dan malamnya dipenuhi kebaikan dan keberkahan.

KEUTAMAAN RAMADHAN

Telah disinggung di atas bahwa bulan Ramadhan memiliki banyak keutamaan. Di antaranya dalam Ramadhan terdapat tiga macam ibadah yang sangat agung, yaitu puasa, zakat dan qiyam (berdiri untuk shalat). Namun selain tiga ibadah tersebut, masih banyak amalan-amalan lain yang bisa pula kita lakukan selama Ramadhan.

Banyak ayat dalam al-Quran yang menganjurkan orang berpuasa. Sebagaimana firman Allah,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)

“Dan berpuasa itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 184)

“Sesungguhnya kaum muslimin dan muslimat, kamu mukminin dan mukminat, orang-orang yang taat laki-laki dan perempuan, orang-orang yang jujur laki-laki dan perempuan, orang-orang yang sabar laki-laki dan perempuan, orang-orang yang suka bersedekah laki-laki dan perempuan, orang-orang yang suka berpuasa laki-laki dan perempuan, orang-orang yang memelihara kehormatannya laki-laki dan perempuan, orang-orang yang suka menyebut-nyebut nama Allah banyak sekali, laki-laki dan perempuan, maka Allah menyiapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahdzab: 35)

Membayar zakat merupakan kesempurnaan bagi puasa seseorang dan merupakan kewajiban dalam Islam, juga keuntungan. Sebagaimana firman Allah,

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap butir seratur biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka adalah superti kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat. Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis pun (telah cukup baginya). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Al-Baqarah: 265)

Mengingat besarnya pahala dan manfaat zakat, hendaknya kita melakukan dengan penuh keikhlasan. Selain untuk membersihkan harta, juga menjauhkan dari sikap bakhil dan rakus. Zakat juga merupakan wujud kepedulian kita kepada orang lain yang membutuhkan, serta membebaskan kita dari tanggungan dan ancaman dasyat, seperti firman Allah,

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil terhadap harta-harta yang Allah berikan kepada mereka sebagai karunia-Nya itu menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sesungguhnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala urusan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali Imran: 180)

Rasulullah banyak memberi contoh amalan selama Ramadhan, termasuk mengisi waktu dengan qiyam (berdiri untuk shalat) baik itu wajib ataupun sunnah. Adapun shalat sunnah itu meliputi shalat tarawih ataupun shalat malam sebagaimana sabda Nabi,

“Barangsiapa yang melaksanakan shalat malam bulan Ramadhan karena iman dan mengharap balasan, maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat.”

Rasulullah selalu menghidupkan hampir seluruh malamnya untuk beribadah, juga membangunkan keluarganya untuk qiyamul lail. Terlebih di bulan Ramadhan. Bahkan disebutkan dalam Shahih Muslim dari Aisyah ra, dia berkata,

“Yang aku ketahui beliau shalat semalaman sampai menjelang pagi.”

Selain 3 amalan utama di atas, Rasulullah juga mengisi Ramadhan dengan amalan-amalan shalih lainnya. Tak ada waktu yang beliau lewatkan sia-sia. Terlebih di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Beliau juga melakukan i’tikaf karena mengharap lailatul qadar, kita menyibukkan diri dengan ibadah, bermunajat dan memperbanyak dzikir pada Allah.

Demikian pulalah seharusnya kita dalam mengisi Ramadhan, menyibukkan hati dengan apa saja yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya, sehingga tidak ada yang tersisa dalam hati selain Allah dan segala yang mendatangkan keridhaan-Nya.

Selain keutaman Ramadhan dalam hal ibadah, pada bulan Ramadhan pula al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia. Yaitu pada malam lailatul qadar. Hal ini disebutkan dalam al-Quran,

“Pada bulan Ramadhan yang diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan dari petunjuk, dan membedakan (antara yang hak dan yang batil), maka barangsiapa yang hadir di antara kamu di bulan itu hendaklah ia berpuasa.” (Al Baqarah: 185)

Keutamaan lain Ramadhan adalah dibukanya pintu-pintu rahmat dan ditutupnya pintu jahanam, dan para setan dibelenggu. Jika kita sudah memahami hal itu, tentunya akan segera berlomba mengisi Ramadhan dengan amal kebajikan seraya mengharap pahala berlipat seperti yang Allah janjikan. Juga memenuhi diri dengan taubat, sebab pintu ampunan dibuka lebar. Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan Allah meraih kebaikan Ramadhan dan semua keutamaan di dalamnya.

JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHAN

Barangsiapa melewatkan waktu selama Ramadhan dengan sia-sia, sesungguhnya ia termasuk orang yang merugi dalam perdagangannya dengan Allah. Ia melewatkan keberuntungan besar berupa hadiah dari Allah.

Dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali z, secara marfu’ dari Nabi bersabda,

“Barangsiapa menjumpai Ramadhan dalam keadaan sehat dan muslim lalu ia berpuasa pada siang harinya, shalat pada sebagian malamnya, menahan pandangannya, menjaga kemaluannya, lisan dan tangannya, menjaga shalat-shalatnya dengan berjamaah, bersegera menuju shalat Jumat, maka sungguh dia telah berpuasa sebulan, menyempurnakan pahala serta mendapatkan lailatul qadar, dan dia beruntung dengan hadiah dari Rabb Tabaraka wa Ta’ala.”

Di antara hadiah itu adalah ampunan besar. Sebagaimana kita tahu Ramadhan penuh dengan ladang ampunan yang dibentang lebar, hingga Rasulullah mendorong umatnya untuk memanfaatkan keberkahan itu dengan memohon ampunan dosa. Beliau n mengumpamakan sekiranya dosa orang yang berpuasa seperti busa air laut, akan diampuni karena besarnya kedudukan ibadah yang berkeberkahan itu.

Dari Abu Hurairah ra, Nabi bersabda,

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan iman dan ikhlas, diampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang.”

Kerugian lain atas orang yang menyia-nyiakan ibadah dan waktu selama Ramadhan, ia kehilangan nikmat Allah berupa pembebasan dari api neraka, sebagaimana sabda Rasulullah bahwa Allah berkenan membebaskan setiap muslim dari api neraka tiap-tiap malam Ramadhan. Bagaimana Allah l akan membebaskan dari api neraka jika kita tetap sibuk dengan maksiat dan lalai dari beribadah selama Ramadhan dan bulan lain?

Selain hal di atas, Allah juga menyambut doa-doa orang yang berpuasa terlebih di malam-malam yang mustajab, melipatgandakan pahala atas setiap kebajikan. Masihkah kita rela kehilangan semua itu karena menyia-nyiakan kesempatan emas selama Ramadhan?

Tak hanya itu, termasuk orang yang merugi, selama Ramadhan adalah mereka yang tidak meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Begitulah, kebanyakan dari kita berpuasa Ramadhan, tapi perbuatan kita tak jauh beda dengan saat kita berpuasa, tetap saja bermaksiat dan tidak meninggalkan keharaman. Seperti berdusta, ghibah, memfitnah, pergi ke tempat maksiat dan hal sia-sia lainnya.

Nabi bersabda,

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan masih juga melakukannya, serta melakukan perbuatan-perbuatan bodoh, maka Allah tidak membutuhkan terhadap puasanya, meskipun ia meninggalkan makan dan minumnya.”

Coba kita tengok banyak dari saudara kita, meski berpuasa tetap menghabiskan waktunya untuk nongkrong, mengumbar pandangan, tidak menjaga perut dari keharaman makanan atau minuman, tetap mengikuti nafsu dan sebagainya. Padahal Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pandangan, penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (Al-Isra’: 36)

Hal lain yang seharusnya tak kita lupakan adalah dzikrul maut (mengingat kematian). Kematian bisa mengintai kita kapan saja. Bila kita lalai bahwa kita akan mati, maka kita akan menyia-nyiakan waktu, dan melalaikan ibadah. Lain halnya bagi orang-orang yang mengingat maut. Mereka akan lebih bersemangat dalam kebajikan, termasuk dalam memanfaatkan waktu selama Ramadhan, dan mengoptimalkan semua kesempatan yang ada, baik di dalam atau di luar Ramadhan. Memang begitulah seharusnya, karena kita tak pernah tahu, akankah kita bersua kembali dengan Ramadhan tahun depan?

Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan meraih berkah Ramadhan, dan memperoleh keberuntungan berlipat di dalamnya serta tidak termasuk golongan orang-orang yang merugi.

Daisadur dari: www.majalah-nikah.com